Buat Apa Internet Murah!

Kabupaten Banyumas

KOMPAS, 27 Agustus 2007
Marcelus Ardiwinata, Praktisi jaringan dan anggota Dewan Pengawas APJII
"Ayo buat internet jadi murah, kencang, dan tersedia di seluruh penjuru."
Jangan salah, judul artikel ini diakhiri dengan tanda seru bukan dengan tanda tanya. Banyak pihak
yang tidak tahu (atau tidak mau tahu) apa itu internet dan gunanya. Masyarakat internet Indonesia
boleh dikatakan masih kecil sekali sehingga tidak banyak yang peduli. Sudah komunitasnya kecil,
banyak yang tidak ingin internet murah.
Ketika ada keinginan internet murah, tanpa disadari akan ada kenaikan harga akses internet.
Kenaikan harga pulsa lokal, saat sebagian besar pengguna masih menggunakan dial-up untuk
mengakses internet, memicu kenaikan akses internet. Cantik sekali kebijakan kenaikan akses yang
merupakan pandangan lain dari orang atau komunitas yang tidak menganggap penting internet.
"Loh, jadi lucu yah."
Indonesia negara yang banyak anomali. Kreativitas semakin tertantang dengan sedemikian banyak
hambatan.
Mimpi internet murah tidak bisa dibendung hanya dengan kenaikan pulsa dial-up. Internet murah
harus terwujud apa pun daya yang harus ditempuh karena kegunaan dan dampak runtutan dari
internet sangat positif untuk banyak segi kehidupan.
Ekonomi internet
Tahun 2000 terjadi perkembangan semu internet. Dikatakan semu karena banyak pemain bermain
di bisnis internet, tapi penggunanya hanya sedikit sekali. Gelembung ini akhirnya menyebabkan
tutupnya beberapa pemain internet dan dampaknya sungguh parah, banyak yang takut terjun di
dunia internet.
Tiga tahun kemudian terjadi kejutan di dunia internet karena kehadiran permainan internet yang
tumbuh di Korea Selatan dan menjalar ke Indonesia. Lalu Lintas internet secara lokal meningkat
dan dipenuhi oleh para gamers. Bisnis ini juga menumbuhkan bisnis turunannya, seperti kartu
prabayar bermain dan warung-warung permainan. Warung internet disulap menjadi warung
permainan dan menjadi tempat antrean komunitas gamers.
Perubahan mencolok ditandai dengan kemunculan perusahaan transportasi udara yang membuat
reservasi melalui internet. Ternyata banyak penggunanya dan sekarang tidak asing lagi ke
lapangan udara membawa selembar kertas pengganti tiket. Fenomena ini ditiru pihak lain yang
mulai percaya peranan dunia internet dalam mendukung usaha mereka.
Sekian lama berdarah, situs berita internet mulai memetik hasil garapan mereka. Banyak pihak
percaya dengan pengaruh layanan mereka sehingga pundi mereka kemasukan jualan iklan atau
banner. Uniknya, pengejaran berita juga terjadi saat pemilu saat situs Komisi Pemilihan Umum
(KPU) juga ramai diakses para pengguna internet.
Dunia internet kembali diramaikan dengan hal-hal unik. Kalau tahun silam banyak orang yang
mencari koran untuk hasil kelulusan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), sekarang sepi
peminat. Coba jalan ke warung internet, ternyata mereka kebanjiran rezeki. Warung-warung
internet diserbu pencari berita kelulusan, berbeda dengan koran, mencari lewat format digital lebih
mudah dan cepat.
Sebuah ajang diselenggarakan klub otomotif kendaraan keluarga untuk menjaring 1.000
kendaraan. Tahap awal yang mereka lakukan dimulai dari informasi kegiatan melalui milis.
Ternyata respons dari milis sudah bisa mendapatkan pendaftaran sepertiga dari target. Hanya
melalui milis, segala sesuatu bisa dihasilkan walau belum sehebat media cetak.
Secara ekonomi dan kebutuhan, sudah jelas internet memang dibutuhkan. Hambatan besar
pengguna internet adalah harga. Kalau para pengelola negara mengetahui, harusnya banyak
kebijakan dibuat untuk membuat internet menjadi murah, bukan sebaliknya.
Barometer
Penetrasi internet merupakan barometer tingkat kemajuan suatu bangsa. Indonesia yang
berdasarkan data di https://www.internetworldstats.com memiliki sekitar 15,3 juta pengguna internet
atau penetrasi 7 persen dari jumlah penduduk. Dilihat dari jumlah nomor Internet Protocol (IP) yang
beredar atau dialokasikan lebih dari 2,8 juta, maka bisa di perkirakan maksimum pelanggan hanya
berkisar 2 juta.
Bandingkan dengan tetangga Malaysia, penetrasi mereka hampir 38 persen dengan jumlah nomor
IP alokasi 2,6 juta. Singapura lebih hebat dengan jumlah pengguna mencapai 68 persen dan
jumlah nomor IP 2,6 juta. Aneh, karena kebutuhan bandwidth harusnya kita lihat bukan dari
penetrasi, tapi dari jumlah pengguna dan nomor IP.
Nomor IP Indonesia yang dialokasikan lebih banyak dari negara tetangga.
Dengan jumlah IP sebanding dengan negara tetangga, seharusnya biaya internet menjadi
sebanding. Sayangnya, banyak pihak memang tidak memiliki itikad untuk membuat harga murah
dan bandwidth besar.
Asumsi alokasi bandwidth per nomor IP sebesar 10 Kbps (kilo bit per second) boleh kita terapkan.
Jadi kebutuhan bandwidth saat ini sebenarnya mencapai 30 Gbps (giga bit per second). Coba
teropong penyedia internet, ternyata total baru sebesar 6 Gbps. Dengan kata lain, satu nomor IP
hanya dialokasikan bandwidth internet sebesar 2 Kbps.
Dengan harga mahal dan bandwidth minim, pertumbuhan internet memang sangat tidak
mendukung. Bagaimana internet kita maju jika kebutuhan pengguna tidak dapat dipenuhi. Tidak
perlu muluk dengan proyek ratusan juta dollar AS yang ingin menghubungkan semua pulau kalau
kebutuhan saat ini tidak dipenuhi. Kata orang, masa lalu sekadar sejarah, masa depan baru
angan-angan, yang harus dilakukan adalah saat ini.
Dengan bandwidth hanya 2 Kbps per nomor IP, mustahil mengembangkan content pendukung.
Jika berbicara VoIP (voice over internet protocol), mana bisa pemerintah ingin menerbitkan aturan
kualitas layanan. Lucu sekali kalau saat pembahasan aturan kualitas layanan VoIP diatur
bandwidth minimum sebesar 32 Kbps. Kalau pakai hitungan kebutuhan ini, maka harga ke
pelanggan sudah tidak masuk akal lagi.
Tidak peduli
Mengikuti apa yang tercantum dalam dokumen serta rencana kerja WSIS merupakan hal baik dan
saat ini sedang dijalankan pemerintah. Tetapi, sesuai dengan dokumen, konektivitas merupakan
sarana pemberdayaan utama guna pembangunan masyarakat informasi. Juga ditegaskan
mengenai infrastruktur jaringan yang mudah diakses serta terjangkau dan menggunakan lebih
banyak pita lebar.
Tidak peduli dengan jumlah pengguna internet. Tidak peduli dengan harga internet. Tidak peduli
dengan biaya gono-gini akses internet. Tidak peduli masa depan internet Indonesia. Dicari dengan
sangat yang ingin membuat internet kencang dan harga terjangkau. Saat ini dibutuhkan, bukan
nanti.
Ayo, para pengurus asosiasi penyedia jasa internet, putar otak untuk keinginan masyarakat
internet sehingga akan mempercepat kemajuan sosial dan ekonomi negara ini, serta
kesejahteraan individu, komunitas, dan rakyat.


19 06 2012 14:56:01